Inflasi tertinggi terjadi di Kota Semarang sebesar 0,22 persen | PT Solid Gold Berjangka Pusat
Sri menjelaskan, selain tarif listrik, komoditas yang menyumbang terjadinya inflasi di Jawa Tengah adalah bawang putih, daging ayam ras dan ayam goreng. Sedangkan komoditas bawang merah, cabai rawit dan cabai merah serta minyak goreng mampu meredam laju inflasi karena adanya penurunan harga.
“Berdasarkan hasil pemantauan BPS Jateng di April 2017 kemarin, kelompok perumahan dan bahan bakar memberi sumbangan terjadinya inflasi sebesar 1,09 persen. Kelompok penerangan, air dan bahan bakar menyumbang 4,23 persen dan tertinggi sumbangannya,” kata Sri.
Sri menjelaskan, laju inflasi tahun kalender April 2017 ini mencapai 1,71 persen lebih tingg dari tahun sebelumnya yang hanya 0,71 persen.
Kepala Bidang Statistik dan Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah Sri Herawati mengatakan, pada April 2017 kemarin di provinsi ini terjadi inflasi sebesar 0,15 persen. Dari lima kota yang dilakukan survei biaya hidup, inflasi tertinggi terjadi di Kota Semarang sebesar 0,22 persen dan diikuti Kota tegal 0,19 persen.
Sementara Kota Surakarta mengalami inflasi sebesar 0,12 persen, Kabupaten Kudus sebesar 0,05 persen dan inflasi terendah terjadi di Kabupaten Cilacap sebesar 0,01 persen. Sedangkan Kecamatan Purwokerto Kabupaten Banyumas justru mengalami deflasi sebesar 0,04 persen.
Inflasi di Jawa Tengah pada April 2017 kemarin, masih disebabkan kenaikan tarif listrik. Tarif listrik pada kelompok perumahan dan bahan bakar, memberi sumbangan terjadinya inflasi sebesar 1,09 persen. Kemudian disusul kelompok komunikasi dan jasa keuangan, sebesar 0,35 persen.
Reformasi Subsidi Energi Pemerintah Picu Inflasi April 2017 | PT Solid Gold Berjangka Pusat
Penurunan harga pangan terjadi seiring dengan melimpahnya pasokan karena panen raya. Secara tahunan, inflasi volatile food mencapai 2,66 persen (yoy).
Tirta menyatakan, ke depan, inflasi akan tetap diarahkan berada pada sasaran inflasi 2017, yaitu 4 plus minus 1 persen.
"Untuk itu, koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko kenaikan harga volatile food menjelang bulan puasa," tutur Tirta.
Peningkatan inflasi kelompok administered prices dan kelompok inti tertahan oleh kelompok harga pangan bergejolak atau volatile food yang pada April 2017 tercatat mengalami deflasi sebesar 1,26 persen (mtm).
Deflasi terutama bersumber dari komoditas cabai merah, cabai rawit, bawang merah, beras, daging sapi, ikan segar, telur ayam ras, dan minyak goreng.
Secara tahunan, inflasi administered prices mencapai sebesar 8,68 persen (yoy). Inflasi inti bulan April 2017 tercatat sebesar 0,13 persen (mtm), naik tipis dibandingkan pada Maret 2017 yang sebesar 0,10 persen (mtm).
"Komoditas utama penyumbang inflasi kelompok ini adalah emas perhiasan, tarif pulsa ponsel, dan sewa rumah. Secara tahunan, inflasi inti tercatat sebesar 3,28 persen (yoy)," ungkap Tirta.
Tirta menjelaskan, peningkatan inflasi administered prices terutama disebabkan kenaikan tarif listrik akibat penyesuaian tarif listrik tahap kedua untuk pelanggan pascabayar daya 900 VA nonsubsidi.
Selain itu, inflasi administered prices juga didorong penyesuaian tarif angkutan udara, harga bensin, dan rokok.
Dengan demikian, inflasi IHK tahun kalender mencapai 1,28 persen (ytd) dan secara tahunan 4,17 persen (yoy).
"Inflasi administered prices pada April 2017 mencapai 1,27 persen secara bulanan (mtm), meningkat dari bulan lalu yang sebesar 0,37 persen (mtm)," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara dalam pernyataan resmi, Selasa (2/5/2017).
Inflasi indeks harga konsumen (IHK) tercatat sebesar 0,09 persen pada bulan April 2017. Angka ini meningkat dibandingkan pada Maret 2017 yang tercatat deflasi sebesar 0,02 persen.
Bank Indonesia (BI) melaporkan, inflasi IHK terutama disebabkan oleh inflasi komponen harga yang diatur pemerintah atau administered prices.
Jelang Puasa, Angka Inflasi Sudah Sesuai | PT Solid Gold Berjangka Pusat
"Jadi, kalau dilihat betul bahwa inflasi administered prices tinggi. Namun masih mampu ditahan oleh deflasi, oleh bahan makanan. Harga beberapa bahan makanan turun. Saya pikir 0,09 persen baik sekali, terutama kalau ingat bahwa bulan ini sudah masuk bulan puasa," demikian Suhariyanto.
Dia menambahkan, pada awal tahun, pemerintah sudah menyiapkan untuk menahan kenaikan inflasi administered prices. Maka harus ada pengendalian pada komponen bahan makanan. Pasalnya, kenaikan harga bahan makanan seringkali memberikan andil besar terhadap inflasi.
"Inflasi 0,09 persen April ini saya pikir sangat sesuai dengan apa yang ingin dicapai pemerintah. Dari awal kita tahu bahwa pada 2017 ini nanti tantangan terberat adalah kenaikan adminstered prices. Karena adanya kenaikan tarif listrik di Januari, Maret dan Mei," jelasnya di Gedung BPS, Jalan Sutomo, Jakarta (Selasa, 2/5).
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, inflasi tersebut sangat dijaga betul oleh pemerintah lewat pengendalian harga-harga komponen lainnya. Agar ketika akhir tahun inflasi tahunannya tidak melebihi batas yang ditargetkan pemerintah dan Bank Indonesia yakni 4 plus minus 1 persen.